Kamis, 15 Desember 2016

Sayap mungil memadamkan api


Petikan Ceramah Venerable Ding Hong :

Dalam membantu orang hendaknya mengerahkan segenap kemampuan

Buddha Sakyamuni pada masa kelahiran lampau kalpa yang tak terhingga, pernah terlahir jadi seekor burung kecil, burung kecil ini sangat ber-Maitri Karuna. Suatu hari hutan tempat kediamannya terbakar, burung kecil ini amat panik, dia mengkhawatirkan keselamatan hewan-hewan lainnya yang juga berada di dalam hutan. Maka itu dia segera terbang mencari air untuk memadamkan api.

Tidak jauh dari hutan tersebut terdapat sebuah sungai, maka itu burung kecil tersebut segera terbang ke atas permukaan sungai, membasahi kedua helai sayap mungilnya dengan air, lalu terbang ke hutan dan memercikkan air di sayapnya ke arah kobaran api.

Kemudian dia segera terbang kembali ke sungai, membasahi sepasang sayap mungilnya lalu terbang ke hutan dan memercikkan air di sayapnya ke arah kobaran api.

Demi memadamkan api, burung kecil terbang bolak-balik tanpa henti, akhirnya kelelahan dan menemui ajal. Tentu saja api masih terus membara, tetapi burung kecil telah mengerahkan segenap kemampuannya.

Sampai saat dijemput ajal, niat pikiran terakhirnya masih saja hendak memadamkan api. Akhirnya hati Maitri Karuna-nya telah menggugah Dewa di Surga Tavatimsa, Dewa melihat ke alam manusia dan tidak menduga bahwa di dunia ini ternyata masih ada seekor burung kecil yang begitu ber-Maitri Karuna, yang rela mengorbankan diri sendiri demi menyelamatkan makhluk hidup lainnya, melupakan keakuannya secara keseluruhan.

Maka itu Dewa Surga Tavatimsa merasa amat terharu, sehingga menggunakan kemampuan gaib membantu burung kecil memadamkan api. Setelah meninggal dunia, roh burung kecil terlahir di Surga Tavatimsa.

Setelah membaca kisah di atas, kita jadi terbayang akan masyarakat sekarang ini, ibarat rumah yang sedang dilalap si jago merah, seluruh penjuru dunia juga ibarat kobaran api yang membara, bencana ada di depan mata.

Sekarang kita hendak memadamkan api ini, tetapi hanya mengandalkan kekuatan kita saja amatlah kecil, serupa dengan burung kecil tadi, menghadapi kekuatan karma dari tujuh miliar jiwa penduduk dunia, bagaimana kita bisa memperbaikinya?

Tetapi apabila anda telah membangkitkan tekad agung ini, maka tidak boleh lagi mencemaskan bagaimana akhirnya kelak. Andaikata burung kecil itu berpikir, saya tidak punya kemampuan apa-apa, saya tidak berdaya, bagaimana mungkin saya bisa memadamkan api di hutan?

Apabila burung kecil memiliki sedikit keraguan dan kekhawatiran, maka hatinya segera mundur, dia pasti takkan memilih sibuk terbang bolak-balik demi memadamkan api, keraguan akan merintangi Bodhicitta-nya.

Oleh karena dia tidak berpikir panjang, “Cuma tahu giat bercocok tanam, tidak menanyakan kapan panennya”, burung kecil telah mengerahkan segenap kemampuannya, hanya memiliki sebutir niat pikiran yakni memadamkan api, hal lainnya tidak dipikirkannya lagi, juga tidak bertanya apakah saya sanggup atau tidak sanggup memadamkan api, juga tidak bertanya kapan baru bisa berhasil memadamkan api, hasilnya nanti bagaimana, dia tidak menanyakan hal begini.

Dia hanya berpikir, sekarang saya mempunyai kesanggupan sedemikian rupa, maka saya akan kerahkan segenap kemampuanku untuk melakukannya. Akhirnya ketulusannya mendatangkan mukjizat, Dewa Surga Tavatimsa membantunya memadamkan api.



释迦牟尼佛过去在久远劫前曾经做过一只小鸟,这小鸟就很有爱心,很慈悲。有一天它看到自己生活的那个森林著了大火,它非常焦急,它知道森林里面有很多的野兽、动物,都是森林里的一家人,现在都要遭难了,於是这小鸟赶紧就想要救火。怎么救?它就想到这森林不远的地方有一条河,可以拿河水来救火。於是它急忙就飞到那河上,用它的两只翅膀在河上沾了点水,然后就飞到森林之上,在大火猛烈的那个地区把水抖下来。然后又飞回去,在河里又点了一点水,然后又飞回来,把水甩下来。它为了救火,如是不停的往返,最后它累死了,当然这火还是没有灭,可是它已经尽全力了。到它临死的那一刻,它还是那个念头,要救火。结果这种慈悲心感动了忉利天人,忉利天人一看,世间还有这么一只小鸟,这么慈悲,能够舍己去救人,它能够完全忘我。所以忉利天人非常感动,於是用神力帮助小鸟把火给熄灭了。这只小鸟的神识於是就往生到忉利天上了。

  我们看到这样的故事就想到现前的社会,真的是犹如火宅,现在这个世界,全球都好像燃起大火一样,灾难就在眼前。我们现在要救这个火,我们是势单力薄,就像这只小鸟一样,面对著七十亿人口的业力,我们怎么去改造?但是你发起这个心就不能去想后果。假如那只小鸟想到我有什么能耐,我怎么能救这个火?它有一念疑虑肯定退心了,它绝对不会在那里飞来飞去忙乎了,这就障碍了它的菩提心。因为它没有想,真是「但问耕耘,不问收获」,它做到极至了,只有一个念头就是救火,其他什么都不想,也不问我能不能救,不问什么时候能救起来,救得效果怎么样,它不问这个。现在我有这一分力,我就出这分力,全心全力去做。最后至诚感通,忉利天人帮它救,有神助。




Menangani kertas bertulisan


Petikan Ceramah Venerable Ding Hong :
Sekarang banyak kantong plastik atau paper bag yang ada tulisannya, apakah ini juga termasuk kertas bertulisan?

Masa kini perkembangan tehnologi percetakan maju pesat, dimana-mana kita dapat menemukan produk yang ada tulisannya, kantong plastik atau kantong kertas, dan sebagainya.

Jaman dulu, kertas amatlah bernilai, percetakan juga masih langka, sehingga buku amat sulit dicari, apalagi buku tempo dulu sebagian besar merupakan buku ajaran insan suci dan bijak, budaya warisan leluhur.

Oleh karena lembaran kertas dan percetakan begitu bernilainya, sehingga buku-buku yang tidak bermanfaat takkan dicetak orang, oleh karena tidak ada yang sudi mendistribusikannya.

Jadi tempo dulu, kertas bertulisan fungsinya mengantarkan ajaran insan suci dan bijak kepada orang banyak, sehingga mesti dihargai. Sedangkan masa kini, kertas bertulisan bukan lagi berisi ajaran insan suci dan bijak, namun kita tetap menghargai kertas tersebut, memelihara hati hormat diri sendiri.

Maka itu kita boleh mengantar kertas bertulisan tersebut ke posko daur ulang, tidak menyia-nyiakan sumber daya alam, beginilah cara menanganinya.      

Dipetik dari : Ceramah Venerable Ding Hong
Judul : Pokok Bahasan Melatih Diri dan Kehidupan Keseharian
Serial ke-183
Tanggal : 29 Agustus 2012

  

现在印刷术很发达,确实到哪里都免不了印上文字的这些印刷品、塑料纸袋等等。在过去,纸是比较珍贵的,印刷也非常的稀有,所以一本书不容易得到,尤其过去的书多半是圣贤书,传统文化。因为纸张、印刷都这么珍贵,那些无聊的书籍、文字没人去印,没人去流通。所以过去的字纸真的是文以载道,它上面记录的是道德仁义,是圣贤学问,这个一定要爱惜。现在大部分的字纸都不是写圣贤学问,那我们对这些当然也要珍惜爱护,养自己的恭敬心。但是这是出於对物品的珍惜,所以我们可以把它们回收,放到回收纸张的桶里头,不浪费纸张资源,这样也就可以了。

  选自 修行与生活座谈会  定弘法师主讲  (第一八三集)  2012/8/29



Rabu, 14 Desember 2016

Menikah atau tidak menikah


Petikan Ceramah Venerable Ding Hong :
Telah membangkitkan tekad terlahir ke Alam Sukhavati, apakah boleh kalau tidak menikah dan menfokuskan diri melatih diri?

Venerable Ding Hong menjawab :
Hal begini sebaiknya jangan ada kehendak sendiri, mengerahkan segenap perhatian dalam membulatkan tekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati, begini barulah betul, sedangkan hal lainnya di dunia ini dijalani dengan menuruti jodoh dan apa adanya, tidak perlu ada hati yang mengharapkan sesuatu.

Menikah juga bagus, tidak menikah juga bagus, hal ini bukanlah dapat anda pikirkan sekarang ini, ini adalah apa yang disebut dengan kekuatan karma, juga kekuatan tekadmu, dua kekuatan ini saling mempengaruhi, sehingga akhirnya ada satu yang menang.

Seperti diriku ini, saat usia muda sudah belajar Ajaran Buddha, tidak berapa lama kemudian saya mulai menetapkan cita-citaku, takkan menikah, saya bertekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati, kelak bila berjodoh maka saya akan menyebarluaskan Buddha Dharma.

Mengapa tidak sudi menikah? Oleh karena setelah menikah mempunyai keluarga adalah hal yang melelahkan, apabila anda ingin berhasil maka harus terfokus.

Bahkan dalam memperjuangkan Dharma Duniawi (hal-hal yang bersifat duniawi) saja juga harus terfokus, lihat saja para ilmuwan tersohor juga banyak yang tidak menikah, bahkan kaum hawa juga demikian, lihatlah penulis buku berjudul “Nu Lun Yu”, yang bernama Song Shang-gong, juga tidak menikah, beliau bukan penganut Ajaran Buddha.

Dalam menjalani karir duniawi saja perlu terfokus apalagi dalam melatih diri? Apabila anda ingin menyebarluaskan Buddha Dharma, tentu saja pikiran lebih terfokus lebih bagus lagi, ini adalah bentuk persembahan diri kepada Buddha Dharma.

Kenyataannya yang namanya asmara itu tidak pantas kita anggap sebagai momen yang manis dan membahagiakan, faktanya boleh kita sebut sebagai nafsu cinta, yang merupakan kekotoran batin, cuma sebuah belenggu nafsu cinta saja.

Orang yang belum pernah merasakannya akan menganggap ini adalah pengalaman yang baru dan menyegarkan, tetapi bagi orang yang sudah pernah mengalaminya, cobalah tanyakan pada orang yang telah menikah, kalau waktu bisa berjalan terbalik, apakah tempo hari anda akan memilih untuk menikah, maka sekitar 80 persen akan menggelengkan kepala mengatakan “Tidak”, sudah cukup merasakan penderitaannya. Maka itu insan yang tercerahkan akan melepaskan hal begini.

Tetapi kita juga tidak boleh menasehati orang lain supaya jangan menikah, ini bisa mengundang celaan dari orang lain, mengira kita belajar Ajaran Buddha hingga jadi sesat, manusia masih harus meneruskan generasinya, kenapa pula sampai memutuskan keturunan orang lain? Orang lain malah jadi mencelamu.

Maka itu menikah atau tidak, kita tidak memotivasi juga takkan menentang, masalah anda sendiri buatlah keputusan sendiri. Apabila anda memilih untuk menikah, bertemu dengan jodoh yang baik, yang juga belajar Ajaran Buddha, ini sangat penting. Lagi pula kalau belajar Ajaran Buddha harus mempunyai keyakinan yang benar, jadi bukan yang sudah mengambil Visudhi Trisarana, lalu rajin mendengar ceramah, ini bukan bukti nyata kalau dia benar-benar belajar Ajaran Buddha. 

Kalau benar-benar belajar Ajaran Buddha adalah dimulai dari berbakti pada ayahbunda, menghormati guru dan senior, berwelas asih tidak membunuh, melatih Sepuluh Kebajikan dan mengamalkan “Tiga Berkah Karma Suci”, bersungguh-sungguh memperbaiki tabiat jelek, membulatkan tekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati, orang begini barulah disebut benar-benar belajar Ajaran Buddha.

Ini juga merupakan jodoh, kalau jodoh maka bisa bersua, kalau tidak berjodoh meskipun diharapkan juga takkan terkabul. Kalau memang berjodoh, maka kalian boleh bertekad menghasilkan generasi penerus yang kelak bisa menyebarluaskan Buddha Dharma, ini juga hal yang bagus, benar-benar mendidiknya dengan baik sehingga kelak menjadi insan suci dan bijak, ini juga merupakan jasa kebajikan yang tak terhingga.

Tetapi di dunia ini, untuk mewujudkan hal yang baik adalah sungguh sulit, rintangan Mara datang bertubi-tubi, lebih baik melatih diri sendiri supaya berhasil duluan, setelah terlahir ke Alam Sukhavati barulah kembali lagi dengan status sebagai Bodhisattva Avaivartika, untuk mewujudkan hal baik, begini juga belum terlambat.

Apabila tekadmu sudah bulat terlahir ke Alam Sukhavati, setelah terlahir ke Alam Sukhavati dan bertemu dengan Buddha Amitabha, kemudian kembali lagi ke dunia ini, saat itu anda mau bagaimana juga bisa terwujud.        

Dipetik dari : Ceramah Venerable Ding Hong
Judul : Pokok Bahasan Melatih Diri dan Kehidupan Keseharian
Serial ke-206
Tanggal : 21 Januari 2013



这个最好不要有自己意思,你真正有意思就是求生净土就对了,其他在世间什么事都随缘,根本不需要有求的心。结婚也好,不结婚也好,这个也不是你现在想就能想得到的,这是所谓的业力,还有你自己的愿力,这两方面相互的影响,最后有个结果。像我,我是早年学佛,学佛不久就立定志向,我这生不结婚,我要求生净土,将来有机缘弘法护法。为什么不结婚?因为结婚了有家累,你想要成就事业,必须要专心。连世间法都要专心,你看很多大科学家一生都不结婚,女孩子里头也有,你看像写《女论语》的作者宋尚宫,她就一生没有结婚,这都不是学佛的。世法尚且都要专心,更何况修佛法?你还要弘法护法,当然你心愈专一愈好,这就是你为佛法献身。实际上所谓的恋爱没有什么值得我们觉得很甜蜜很幸福的,实际上说白了就是爱欲,那是烦恼,情执爱欲而已。这个没有经历的,觉得很新鲜,经历了之后的人,你问问那些结婚的人他想不想再结婚,恐怕百分之八十的人都摇头,不想再结婚了,受够了。所以真正觉悟,这些放下最好。

但是我们也不能够到处鼓励人不结婚,这会被人毁谤,搞学佛的都搞偏了,人类还要去繁衍,你怎么就搞得断子绝孙去了?就毁谤你。所以结不结婚,我们不鼓励也不反对,你自己的事情,自己的选择。如果你选择结婚,遇到了好的缘分,都是学佛的,这个很重要。而且学佛要真学佛,不是说我很早就皈依、我听经听了很多,这未必是真学佛。真学佛是你真正从孝养父母做起,奉事师长、慈心不杀、修十善业,净业三福你真做了,真正改毛病改习气,真求生净土,这些人才是真学佛。这个也是一种因缘,可遇不可求。如果真正你们有缘,将来发愿为佛法培养一个传人,这也是个好事,按照《天下太平之根本》的教诲来做,肯定能培养出圣贤,这也是功德无量。但是在这世间做好事真的太难,魔障重重,倒不如先成就自己好,等到乘愿再来,以阿惟越致菩萨的身分来做好事,这也还不晚。你要是真正愿力恳切,你就求先往生、先见阿弥陀佛,乘愿再来,那你想怎么做都可以。今天我们只回答了九个问题,时间就到了,我们就留待下一次跟大家一起分享。有讲得不妥之处,请大家多多批评指正。谢谢大家。

  选自 修行与生活座谈会  定弘法师主讲  (第二0六集)  2013/1/21